Sindiran Puisi Dari Taufik Ismail Kepada Para Pengguna Narkoba

  Selamat datang kembali di blog katalangka pada saat ini saya akan membagikan salah satu puisi dari seseorang yang begitu hebat dan indahya dalam melantunkan kata kata hasil karnya nya. Dalam pusisnya yang sengahaja membahas Narkoba yang telah menjadi sebuah virus yang terus menggerogoti masa depan para penerus bangsa kita. dan di bawah ini adalah secercah puisi yang telah di buat oleh Taufik Ismail.

 
Aku Melihat Mayat-Mayat Bergoyang

Dari Saat ke Saat



 Taufik Ismail



Aku  berdiri di tepi jalan raya kota besar

yang  lalu lintasnya padat.

Dan  aku melihat mayat-mayat.

Aku berdiri di pinggiran kota kecil

di  mana pun tempat.


Dan aku melihat mayat-mayat.

Aku berdiri di pesisir

ketika  ombak berpacu dengan cepat.

Dan aku melihat mayat-mayat.

Setiap sepuluh meter ke kiri,

setiap  sepuluh meter ke kanan,

setiap  sepuluh meter ke depan,

setiap sepuluh meter ke belakang,

di  pusat belanja, di jalan raya,

di rumah sakit, di rumah sehat.


Aku bertemu mayat-mayat.

Mayat-mayat itu belum masuk ke liang lahat

Mayat-mayat itu berdiri  bergoyang-goyang

dari  saat ke saat.

Kebaynyakan muda-muda,

belasan  tahun  dan

dua puluh tahunan itu mayat.

Mayat-mayat anak bangsa yang dicengkeram madat.

Mayat-mayat yang berdiri bergoyang dari saat ke saat.


Mereka masih hidup tapi sudah mayat.

Dicengkeram madat.

Heroin, kokain, sabu, ekstasi,

Marijuana cair, serbuk dan padat.

Yang  disebarkan  oleh bandar-bandar amat keparat.

Yang dimodali oleh cukong-cukong betapa laknat.

Yang dibekengi  orang-orang bersenjata dan berpangkat.


Aku dikerubungi anak-anak muda,

yang sudah hamper mayat.

Tapi masih bernafas satu-satu, sesaat-sesaat.

Ada yang sakau, ada yang di tepi tebing sekarat.

Aku pandangi satu-satu, mereka yang sakit berat.

Mungkin ada nakku, keponakanku, tetengga RT-ku,

atau saudaramu yang dapat kuingat.

Lihat mata mereka yang kosong

dari cahaya terhambat.


Lihat tubuh yang kurus, tulang berlipat jangat.

Lihat mereka yang sakau, menggelepar dan menggeliat.

Seperti adiksi alcohol, adiksi rokok,

ketagihan ini luar biasa berat.


Berkata seorang dari mereka,

“Oom, mintakan maaf pada papa dan mama yang mengusir saya.

Bulan delapan saya selamanya berangkat.”

Seorang lagi begini mengucap.

“Pakde, kok saya jadi begini.

Tahun  depan barangkali umur saya tammat.”

Air mataku tak bias kuhambat.

Nafasku serasa tersumbat.

Dari  jurang  kehancuran, anak bangsa ini masih kita angkat.

Ini tugas luar biasa berat.

Ini pun kini, kita sudah terlambat.

Wahai orang yang memegang senjata.

Berhentilah membekengi Bandar dan cukong

yang jelas-jelas laknat.


Wahai orang-orang berpangkat,

berhentilah menerima suap,

gunakan  pangkat untuk membela anak-anak bangsa.

sebelum sangat terlambat.

Para Bandar dan cukong, di dalam dan di mancanegara,

siap-siap kalian masuk kobaran api sebesar gunung,

di liang lahat,

panas tersangat gawat.


Dari jurang kehancuran,

anak-anak bangsa ini mari kita angkat.

Sungguh ini tugas luar biasa berat.


7 Juni,  2003.

   Sekian dari saya semoga dapat memberikan manfaat kepada para pembaca blog ini.

Terima Kasih....

Komentar

Postingan Populer